Jadwal Ta’lim Kota Sangatta & Bengalon

Berikut Jadwal Ta’lim Kota Sangatta dan Bengalon

1.    Senin

Ba’da Isya

Tempat            :    Masjid Ar Rohim Jl. Karya Etam Gg. Daya Karya

Pemateri          :    Ustadz Abu Abdillah Syukri

Pelajaran          :    Kitab Ushulus Sunnah Lil Imam Ahmad

Peserta            :    Khusus Laki-laki Continue reading

Mengapa Harus Manhaj Salaf?

(ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al-Atsari, Lc.)

Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.

Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj (منهج) dan salaf (سلف). Manhaj (منهج) dalam bahasa Arab sama dengan minhaj (منهاج), yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al-Mu’jamul Wasith 2/957)
Sedangkan salaf (سلف), menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan (Lisanul Arab, karya Ibnu Manzhur, 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah r, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam Asy-Syafi’i fi Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-‘Aqil, 1/55)
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf (منهج السلف) adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para shahabat Rasulullah r, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah r. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafi atau As-Salafi, jamaknya Salafiyyun atau As-Salafiyyun. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata: “As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala, 6/21)
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Qur`an dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al-Firqatun Najiyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari an-naar (neraka) (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash c), disebut juga Ath-Thaifah Al-Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban z). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An-Najiyah, karya Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali) Continue reading

Iman

(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.)

Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah keyakinan dengan hati, pengikraran dengan lisan, serta pengamalan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan perbuatan maksiat.
Jadi, iman terdiri dari tiga bagian:
Pertama, keyakinan hati dan amalan hati, yakni keyakinan dan pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah I dan Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah I:

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Rabb mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik.” (Az-Zumar: 33-34)
Adapun amalan hati di antaranya adalah niat yang benar, ikhlas, cinta, tunduk dan semacamnya, terhadap apa yang datang dari Allah I dan Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah I dalam surat Al-Anfal ayat 2 atau yang lainnya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabb merekalah mereka bertawakkal.”
Kedua, ikrar lisan dan amalan lisan. Ikrar lisan yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengakui konsekuensi dari kedua kalimat tersebut. Nabi r bersabda yang artinya: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengatakan La Ilaha illallah dan bahwasanya aku adalah Rasulullah.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim) Continue reading

Ilmu Syari’at, Kewajiban Yang Terlupakan

(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc)

Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim. Namun ilmu yang dimaksud bukan seperti yang kebanyakan dipahami selama ini.

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” Hadits ini sudah sangat sering disebut, baik dalam khutbah-khutbah, majelis-majelis taklim, maupun dalam pelajaran agama Islam di sekolah. Namun sayangnya, hadits ini masih dipahami dengan sangat global. Walhasil, banyak yang mencukupkan kewajiban itu dengan menimba ilmu-ilmu umum seperti matematika, fisika, kimia, biologi, akuntansi, psikologi, dan lain sebagainya.

Definisi Ilmu
Secara etimologis, ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai kenyataannya dengan pengetahuan yang mantap (lihat Kitabul Ilmi, Ibnu ‘Utsaimin dan Hasyiyah Tsalatsatul Ushul, An-Najdi, hal. 6)
Sedang ilmu dalam terminologi syariat adalah apa yang Allah I turunkan kepada Rasul-Nya berupa keterangan-keterangan dan petunjuk (Kitabul Ilmi, hal. 11) atau mengetahui Al-Qur‘an dan As-Sunnah, serta ucapan para shahabat yang menafsirkan keduanya dan mengamalkannya dengan diiringi rasa takut kepada Allah I. (Al-Haqiqatusy Syar’iyyah, hal. 119) Continue reading

Mengenal Bid’ah

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim Al-Atsari)

Al-’Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t memaparkan tentang bid‘ah: “Bid‘ah adalah perkara yang diada-adakan dalam agama. Sesungguhnya agama itu adalah apa yang datang dari Nabi r sebagaimana termaktub dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dengan demikian apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur`an dan As-Sunnah itulah agama dan apa yang menyelisihi Al-Qur`an dan As-Sunnah berarti perkara itu adalah bid‘ah. Ini merupakan definisi yang mencakup dalam penjabaran arti bid‘ah. Sementara bid‘ah itu dari sisi keadaannya terbagi dua:
Pertama: Bid‘ah I’tiqad (bid‘ah yang bersangkutan dengan keyakinan)
Bid‘ah ini juga diistilahkan bid‘ah qauliyah (bid‘ah dalam hal pendapat) dan yang menjadi patokannya adalah sabda Rasulullah r yang diriwayatkan dalam kitab sunan:

“Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya berada dalam neraka kecuali satu golongan.”
Para shahabat bertanya : “Siapa golongan yang satu itu, wahai Rasulullah ?”
Beliau menjawab: “Mereka yang berpegang dengan apa yang aku berada di atasnya pada hari ini dan juga para shahabatku.” Continue reading

Rujuk Kepada Ulama Adalah Jalan Keluar Dari Fitnah

(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.)

Fitnah atau ujian senantiasa hadir dalam perjalanan hidup manusia. Fitnah akan semakin besar ketika manusia jauh dari agamanya. Kembali kepada ulama sebagai orang yang paling mengerti hukum-hukum Allah dan yang paling takut kepada-Nya merupakan jalan yang mesti ditempuh bila ingin keluar dari lingkaran fitnah.

Fitnah adalah sebuah ungkapan yang sangat ditakuti oleh segenap manusia. Hampir-hampir tak seorang pun kecuali akan berusaha menghindarinya.
Begitulah Allah I menjadikan tabiat manusia ingin selalu terhindar dari hal-hal yang menakutkan atau membahayakan. Lebih dari itu, dalam pandangan syariat Islam, secara umum fitnah adalah sesuatu yang harus dihindari. Oleh karenanya, ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi r begitu banyak mewanti-wanti kita dari fitnah sehingga tidak sedikit dari para ulama menulis buku khusus atau meletakkan bab khusus dalam buku-buku mereka, menjelaskan perkara fitnah baik dari sisi makna atau bentuk dan gambarannya, atau sikap yang mesti diambil saat menghadapi fitnah. Allah I berfirman: Continue reading

Hakikat Hati Manusia

Sesuatu yang paling mulia pada manusia adalah hati. Karena sesungguhnya hatilah yang mengetahui Allah I, yang beramal untuk-Nya, dan yang berusaha menuju kepada-Nya. Anggota badan hanya menjadi pengikut dan pembantu hati, layaknya seorang budak yang membantu raja. Barangsiapa mengetahui hakekat hatinya, ia akan mengetahui hakekat Rabb-Nya. Namun mayoritas manusia tidak mengetahui hati dan jiwanya.
Ketahuilah, bahwa hati, pada tabiat fitrahnya, mau menerima petunjuk. Tapi tetap ada syahwat dan hawa nafsu yang melekat padanya di mana hati juga akan cenderung kepadanya. Di sana, akan saling mengusir antara malaikat dan setan, terus berlangsung sampai hati itu membuka untuk salah satunya dan akhirnya menetap padanya. Sehingga pihak kedua tidak melewati hati itu kecuali sembunyi-sembunyi. Sebagaimana firman Allah : Continue reading